Minggu, 04 Mei 2008

Yuu Kita bantu UMV untuk Al-Qur'an Braille bagi Tuna Netra

Selama ini kita mungkin sering lupa dengan saudara-saudara kita penyandang tuna netra. Betapa mereka sebenarnya sama dengan kita. Bahkan pada dasarnya mereka lebih dari kita. Kekurangan mereka adalah kelebihan di hadapan Allah. Bahkan ada yang bisa menjadi penyemangat hidup orang lain a sekitar 1,5% penyandang tuna netra di negeri ini. Berarti jumlahnya sekitar 2 juta orang. Dari jumlah itu, 80-90% adalah muslim. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat muslim mestinya bisa dimiliki oleh mereka juga. Mereka dapat membacanya (bukan sekadar mendengar). Tapi kenyataannya, hanya segelintir penyandang tuna netra yang memiliki Qur’an. Dan bisa ditebak, lebih sedikit lagi yang dapat membaca Qur’an.

Adalah Lembaga Swadaya Masyarakat Ummi Maktum Voice sedang mengadakan pengumpulan dana untuk Program Pemberantasan Buta Huruf Al qur'an Braille.

Mau tau harga Al-qur’an braille untuk cetakan tahun 2008 ? 55 ribu rupiah (Emmm...ini harga 1 juz loh), jadi klo 1 Al-qur’an 30 juz = 30 x Rp. 55.000,- = Rp. 1.650.000.- ,sungguh tidak sebanding dengan Al-qur’an yang kita punya dirumah (berkisar Rp. 10.000 – Rp. 200.000.-). Subhanalloh memang perjuangan yang cukup berat untuk Ummi Maktum Voice, dari jumlah Tuna netra yang ada sebanyak 2 juta orang, kini UMV menargetkan untuk 2008 mencetak 1000 Al-qur’an Braille jadi jumlah dana yang dibutuhkan Rp. 1.650.000 x 1000 = Rp. 1.650.000.000,- (Satu miliyar enam ratus lima puluh juta rupiah). Mudah mudahan bisa bertahap sampai memenuhi kebutuhan Tuna Netra yang ber Agama Islam di Indonesia ....... Amien.

Untuk itu yuuuuuuu bantu mereka ........................

Maka jika Anda berminat, menjadi donatur tetap atau tidak tetap ?
Silahkan menghubungi, alamat dibawah ini :

LSM UMMI MAKTUM VOICE :
Sekretariat : Jl.
Pasir Salam No. 29 Bandung 40254

Phone : 08174933654 ( Entang), 08122162176/022.91997710 (Dani)

E-mail : alquran_braille@yahoo.com

Bank Mandiri KK Bandung Sumber Sari No 130.00.047880.33 a/n Entang Kurniawan

Bank Mandiri No 130.00.140009.99 a/n Ummi Maktum Voice



Jumat, 02 Mei 2008

Kamu Bisa Melihat ?

Ya, bisa melihat kan?

Bisa baca Qur’an kan? *Meski mungkin terbata*
Punya Qur’an berapa? 1, 2, 3, 10?
Harga waktu beli? 20 ribu, 30, 50 ribu? Atau gratis?

Bersyukurlah...

Kunjungan rekan-rekan dari Ummi Maktum Voice (UMV) – Pak entang, Pak Dani, dan Pak Dadan-- kemarin mengingatkan betapa nikmat penglihatan benar-benar anugerah yang tak terbayar meski dengan satu gunung berlian *gak hiperbola*. Dan betapa tilawah huruf demi huruf, kata demi kata yang saya baca dari Al-Qur’an juga nikmat yang takkan terbeli. Yaa, maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Rekan-rekan dari UMV datang bersilaturahim ke Ummigroup untuk menjalin kerjasama Program 500 Set Al-Qur’an Braille. Oh ya, mungkin sudah pernah dengar nama UMV? Yup, sebelumnya mereka dikenal sebagai munsyid tuna netra. Kemudian ‘melebarkan sayap’ pada program pemberdayaan tuna netra, salah satunya adalah program Al-Qur’an braille ini.

Selama ini kita (saya terutama) mungkin sering lupa dengan saudara-saudara kita penyandang tuna netra. Betapa mereka sebenarnya sama dengan kita. Bahkan pada dasarnya mereka ‘lebih’ dari kita. Kekurangan mereka adalah kelebihan di hadapan Allah.

Ada sekitar 1,5% penyandang tuna netra di negeri ini. Berarti jumlahnya sekitar 2 juta orang. Dari jumlah itu, 80-90% adalah muslim. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat muslim mestinya bisa dimiliki oleh mereka juga. Mereka dapat membacanya (bukan sekadar mendengar). Tapi kenyataannya, hanya segelintir penyandang tuna netra yang memiliki Qur’an. Dan bisa ditebak, lebih sedikit lagi yang dapat membaca Qur’an.

Salah satu kendalanya adalah harga Al-Qur’an braille yang mahal. Padahal mungkin kita tahu sendiri, para penyandang tuna netra sebagian besar tak memiliki profesi yang dapat menghasilkan uang cukup. “Kebanyak tukang pijat dan pengamen,” begitu kata Pak Entang, anggota UMV. “Jangankan untuk membeli Qur’an braille, untuk makan sehari-hari pun masih kekurangan.”

Mau tahu harga Qur’an braille? 50 ribu rupiah.

Itu harga satu juz lho, bukan 1 Qur’an (30 juz). Jadi kalau 30 juz harganya sekitar Rp 1,5 juta. Bandingkan dengan Qur’an biasa yang sehari-hari kita gunakan, harganya paling berkisar 20-100 ribu.

Untuk itulah UMV mengadakan “Program 500 set Al-Qur’an Braille”. Al-Quran tersebut nanti akan disebar. Dari 2 juta penyandang tuna netra, tentu jumlah 500 sangat sedikit sekali. Tapi, ini adalah langkah awal.

Silakan, bila teman-teman mau membantu. Apalagi menjelang Ramadhan ini. Bayangkan investasi akhirat yang kita tanam. Bila saudara-saudara kita penyandang tuna netra tersebut membaca huruf-demi huruf Al-Qur’an yang kira sumbang (dan satu Qur’an tidak dibaca hanya satu roang saja, bahkan bisa turun temurun). Satu huruf saja yang dibaca ganjarannya satu kebaikan. Bayangkan bila. Ini adalah tawaran investasi akhirat yang begitu besar.

Saya sempat melihat contoh Qur’an Braille yang dibawa oleh Pak Entang dkk. Ukurannya folio, kertas yang dipakai semacam karton (tentu, karena akan sering ditekan-tekan, ajdi dipakai kertas tebal). Tebal 1 juz kira-kira 50 halaman. Pak Entang juga sempat mendemonstrasikan membaca Qur’an braille.

Oh ya,d ana yang mereka butuhkan sekitar Rp 1,2 milyar. Rp 750 juta untuk 500 set Al-Qur’an, dan sisanya untuk pendistribusian, pelatihan dan pembinan, diklat, dsb. Sebab, untuk dapat membaca Al-Qur’an braille, para penyandang tuna netra juga perlu dilatih.

Kontak, bisa hubungi langsung UMV:

Jl. Pasir Salam 29, Bandung 40254
Telp/fax (022) 522-8552
E-mail: alquran_braille@yahoo.com

Rekening:

Bank Muamalat No. 101.38229.20 a/n Dani Nurakhman
Bank Mandiri KK Bandung Sumber Sari No 130.00.047880.33 a/n Entang Kurniawan
BCA KCP Buah Batu No. 775.017.1669 a/n Dani Nurakhman

Hayoo, fastabiqul khairat!

Milad ke-9 Ummi Maktum Voice

BANDUNG -- Ummi Maktum Voice (UMV), sebuah lembaga masyarakat yang peduli terhadap kaum cacat netra akan menggelar Milad ke-9. Kegiatan tersebut akan diisi antara lain dengan program pemberantasan buka huruf Alquran braille. Kegiatan tersebut rencananya akan digelar Sabtu (2/2) di Gedung Auditorium Wyata Guna, Jl Padjajaran No 52 Bandung.

Menurut Ketua panitia kegiatan, Solehudin, kegiatan tersebut akan dihadiri para donatur, partisipan, dan simpatisan UMV yang selama ini telah mendukung program kegiatan lembaga tersebut. ''Mereka yang kami undang adalah pihak-pihak yang telah mensukseskan program pemberantasan buta huruf Alquran braille,''katanya dalam rilis yang diterima Republika, Selasa (29/1).

Dikatakan Solehudin, kegiatan tersebut rencananya akan dihadiri para penyandan cacat netra yang selama ini menjadi binaan UMV. Dalam acara tersebut, kata dia, panitia juga akan menyuguhkan grup musik nasyid, pembacaan puisi, pembagian 130 set Alquran braille, pembegian hadiah bagi para pemenang, penggelangan dana Alquran braille, serta menghadirkan bintang tamu 'Fiersa Mamamia'. n ril

Satu Set Alquran Beratnya 25 kg

SUARA ketukan mesin yang dikendalikan seorang operator meramaikan ruangan berukuran 8x10 m persegi. Lembaran kertas sesekali dimasukkan Mumuh (32) di sela-sela mesin. Sekejap saja, seiring dengan putaran mesin, di atas kertas tersebut telah tercetak lubang-lubang kecil yang timbul dalam jumlah banyak.

Bagi sebagian orang, mungkin keberadaan kertas tersebut tak memberikan arti apa pun. Tapi bagi para tunanetra, lembaran itu bisa memberikan arti yang amat besar.

Hampir sepanjang tahun Mumuh dan keenam pegawai lain di Yayasan Penyantun Wyata Guna (YPWG) ini berkutat dengan lembaran-lembaran kertas serupa. Saat ini mereka tengah mengerjakan pesanan dari Ummi Maqtum Voice (UMV) .

YPWG memang telah lama bergelut dengan usaha percetakan Alquran braille. Tercatat sejak tahun 1977, YPWG telah mencetak Alquran braille atas kerja sama dengan Departemen Agama (Depag). Kini YPWG telah memiliki master standar yang telah disetujui Depag melalui musyawarah kerja di tahun 1999. Dengan adanya master tersebut, YPWG hanya perlu mencetak ulang manakala mendapat pesanan.

Meski demikian, tetap saja koreksi dilakukan berulang-ulang begitu suatu proses selesai dilalui. Sedikitnya ada dua kali koreksi yang dilakukan. "Karena pencetakan Alquran harus benar-benar akurat. Salah sedikit saja, artinya bisa berubah banyak," kata Kepala Percetakan YPWG, Ayi Ahmad Hidayat.

Setelah lafaz Alquran disalin ke huruf braille melalui stereotyper, naskahnya akan dicetak ke dalam bentuk lempengan Zinc plat. Lempengan tersebut akan mengalami proses koreksi yang pertama. Koreksi dilakukan secara menyeluruh untuk memperhatikan huruf hijaiyah maupun tanda baca yang tercetak. Seorang tunanetra dan seorang berpenglihatan normal bertugas untuk itu.

Manakala ada kesalahan, operator pencetak akan mengetok kelebihan lubang yang muncul atau menambah lubang yang tidak timbul. Setelah diperbaiki, lempengan tersebut masih akan mengalami proses koreksi lanjutan. Apabila telah benar semua, tahap yang akan dilalui selanjutnya ialah penggandaan melalui media kertas.

Kertas jenis brief carton 150 gr sengaja dipilih karena kualitasnya yang bagus karena lebih tahan air dan tidak mudah rapuh. Sedikitnya dibutuhkan 2.000 lembar kertas, ukuran 21,5x30,5 cm, untuk memproduksi satu set Alquran.

Selanjutnya seorang karyawan yang lain akan menyortir lembaran-lembaran yang telah dicetak berdasarkan halamannya untuk selanjutnya menggabungkannya. Setelah itu Alquran akan dijilid dengan menggunakan ring plastik. Saking banyaknya lembaran yang dibutuhkan untuk satu seri Alquran, maka penjilidan dilakukan tiap satu juz. Dengan demikian, ada 30 jilid per juz untuk tiap setnya.

Harga satu set Alquran braille yang beratnya bisa hingga 25 kg ini mencapai Rp 1.500.000,00. Sebenarnya ada jenis kertas maupun jilid lain yang kualitasnya jauh lebih bagus. Tapi karena harganya mahal, maka jenis yang saat ini digunakan yang dipilih.

"Kasihan kalau harganya harus lebih mahal lagi karena tunanetra di Indonesia kebanyakan dari warga kurang mampu," ungkap Ayi.

Harga yang ditawarkan itu tidak menghitung keuntungan sedikit pun. Karena YPWG merupakan yayasan yang tidak berorientasi pada keuntungan, maka yang dihitung hanya biaya bahan dan ongkos produksi untuk membayar pekerja saja.

Seluruh proses produksi untuk mencetak Alquran braille ini masih dilakukan secara manual. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan Braille Press, mesin sumbangan Hellen Keller International, yang digerakkan dengan tangan. YPWG juga memiliki satu unit printer khusus untuk mencetak tulisan braille, Braillo Norway. Namun, karena kapasitas produksinya jauh lebih sedikit daripada mesin maka pekerja di YPWG lebih memilih mencetak secara manual. Braille Press mampu mencetak hingga 700 lembar setiap jamnya, sementara printer hanya sanggup 300 lembar.

Dalam satu bulan, percetakan YPWG sanggup memproduksi 100 set Alqran braille. Selama ini, YPWG lebih sering melayani pesanan Alquran braille dari para donatur yang ingin menyumbangkannya kepada para tunanetra. Namun, beberapa tahun yang lalu, Alquran braille produksi YPWG pun pernah melanglangbuana hingga ke negara-negara di Asia Tenggara.

Selain YPWG, di Jawa Barat masih ada percetakan Alquran braille lainnya. Adalah Balai Percetakan Braille Indonesia (BPBI) Abiyoso yang berlokasi di Leuwigajah, Cimahi, yang juga mencetak Alquran braille. BPBI yang dimiliki pemerintah, melalui Departemen Sosial (Depsos), ini juga mencetak Alquran braille.

"Namun, karena biaya yang dibutuhkan untuk mencetak Alquran amat tergantung pada besaran anggaran yang dikucurkan pemerintah maka produksinya pun amat terbatas," ungkap Staf Seksi Program BPBI, Yayat Rukhiyat. Dalam setahun, BPBI hanya memproduksi 100 set Alquran Braille yang akan dibagikan ke 19 panti sosial yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan demikian, setiap pantinya hanya akan memperoleh, paling banyak, lima set. Untuk saat ini, BPBI tengah memproduksi 50 set Alquran braille pesanan Depsos untuk diberikan kepada Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI).

BPBI juga melayani pesanan donatur maupun perorangan yang ingin membeli Alquran braille. Mereka hanya perlu menyetorkan sejumlah uang ke Koperasi BPBI untuk mengganti ongkos untuk membeli bahan baku. Untuk satu setnya, cukup membayar Rp 900.000,00. "Kalau hanya mau beli satu juz, harganya Rp 30.000,00 saja," kata Ketua Seksi Penerbitan dan Percetakan BPBI, Chaerul Kismono. (Riesty Yusnilaningsih)

Kami Hanya Ingin Bermanfaat

UMMI Maktum Voice (UMV) berawal dari sekelompok tunanetra, yang membentuk grup nasyid (kelompok vokal Islami) 14 Februari 1999 bersyiar lewat syair. Muncul rasa prihatin yang mendalam bahwa masih banyak saudara-saudara tunanetra yang belum mengenal dan memiliki Alquran Braille. UMV akhirnya memiliki misi khusus dalam menjalankan syiarnya yaitu "Pemberantasan Buta Huruf Alquran Braille" untuk membantu saudara-saudara tunanetra muslim yang lain.

Menurut salah seorang personnel UMV, Solehudin, sejak 1976 sampai 2006, Alquran Braille yang diproduksi baru 2.000 set. Hal ini tidak sebanding dengan populasi tunanetra Muslim yang berjumlah kurang lebih 2 juta jiwa di seluruh Indonesia. Hal ini, dikarenakan harga Alquran Braille yang mencapai Rp 1,6 juta per setnya. Selain itu, kitab suci ini tidak mudah untuk didapatkan karena harus pesan khusus kepada percetakan.

UMV terbentuk dari perkumpulan Majelis Taklim (pengajian) di Wyata Guna sejak 1995. Di Majelis Taklim ini, para reader yang membantu untuk membaca sering membawa mereka, untuk bersilaturahmi dan mengisi acara dengan nasyid. Pada awal terbentuknya, sempat ada 20 orang yang menjadi bagian dari grup nasyid ini. Kelompok mereka tidak langsung ber-acapela, tetapi memakai alat musik akustik.

Setiap mereka tampil, tak lupa menyisipkan pesan tentang Alquran Braille ini. Honor yang mereka terima, sebagian dikumpulkan untuk mencetak 100 set Alquran Braille. "Alhamdulillah cara ini sukses dan berhasil. Ada beberapa yang mengundang memisahkan antara honor dan infaq untuk Alquran Braille. Belum lagi makin banyak masyarakat yang terketuk hatinya untuk ikut membantu," ujar Soleh yang merupakan mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) jurusan Pendidikan Luar Biasa semester delapan.

Setelah target 100 set Alquran Braille tercapai dan telah di distribusikan melalui organisasi Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI), UMV membawa misi baru yaitu program "500 Alquran Braille untuk Tunanetra" dengan harapan 2008 ini, target itu dapat tercapai.

UMV telah menelurkan dua album nasyid, yang hasil penjualannya sebagian digunakan untuk memenuhi target 500 Alquran Braille. Album pertama mereka rilis 2002 dengan judul Damainya Cinta dibawah bendera Harmoni Record dengan lagu andalan "Damainya Cinta".

Saat ini, UMV telah berkembang menjadi salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang misi utamanya sama dengan grup nasyid yang mereka bentuk yaitu "Pemberantasan Buta Huruf Alquran Braille". Menurut sekretaris LSM UMV Dani Nurakhman, ada tiga misi tambahan yang diemban LSM ini yaitu menjadikan UMV sebagai lembaga dakwah melalui nasyid, menjadikan UMV sebagai lembaga sosial melalui infaq Alquran Braille, dan menjadikan UMV sebagai lembaga kemandirian bagi masyarakat.

LSM yang berdiri 14 Maret 2007 ini, menjadi fasilitator dan supporter bagi distribusi dan pembinaan Alquran Braille. "Kami tidak ingin hanya memberi Alquran Braille saja, tanpa memberi tahu bagaimana cara membacanya. Makanya, selain mendistribusikannya, kami juga turun langsung untuk memberi pembinaan kepada saudara-saudara tunanetra yang lain," ujar Dani yang telah lama bersama-sama di UMV, karena dulu ia adalah seorang reader.

Masih banyak proposal yang datang dan meminta bantuan Alquran Braille kepada UMV. Permintaan mereka rata-rata 10 sampai 20 set Alquran Braille. (Windy Eka Pramudya)

Awal Al-Quran Braille di Indonesia

Kapan pastinya Alquran Braille, muncul pertama kali di negeri ini tak begitu jelas. Setidaknya, ada dua versi yang menjelaskan sejarah Alquran Braille di Indonesia. Menurut Staf Seksi Program Balai Penerbitan Braille Indonesia (BPBI), Yayat Rukhiyat, Alquran braille pertama kali muncul di Indonesia sekitar 1954. Alquran yang ada saat itu, merupakan inventaris Departemen Sosial (Depsos) sumbangan dari Yordania.

Namun, Alquran braille tersebut baru berhasil dibaca tahun 1964 oleh seorang juru tik braille Depsos Yogyakarta Supardi Abdi Somad. Setelah itu, Yayasan Tunanetra Islam (Yaketunis) menuliskannya secara manual, sebelum akhirnya bekerja sama dengan Departemen Agama (Depag) untuk memproduksinya secara besar-besaran pada tahun 1973.

Versi lain mengenai sejarah Alquran braille diungkapkan Kepala Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna (YPWG) Ayi ahmad Hidayat. "Alquran braille sudah dimiliki perpustakaan Wyata Guna sejak lama. Akan tetapi, karena tidak ada yang mengerti cara membacanya, akhirnya hanya disimpan saja di perpustakaan," katanya.

Sampai akhirnya ada seorang pengajar di Wyata Guna Abdullah Yatim Piatu, yang tertarik membolak-balik halaman Alquran tersebut dan ternyata sanggup membacanya.

Apa pun versinya, yang pasti para Muslim tunanetra perlu berterima kasih, karena atas jasa para penerjemah itu mereka kini dapat melek huruf Alquran braille. Kaum Muslim tunanetra pun tidak perlu mengkhawatirkan, adanya perbedaan versi Alquran braille. Sebab, Depag telah mengeluarkan mushaf standar yang menjadi pedoman bagi seluruh percetakan Alquran braille.

"Penyuntingan Alquran braille dilakukan Depag pusat," ujar Kepala Seksi Pendidikan Alquran dan MTQ Depag Kota Bandung Anwar Sanusi. Meskipun kini Kanwil Depag Kota Bandung telah memiliki seorang pentashih, yang menyunting Alquran sebelum diedarkan untuk dikonsumsi publik, wewenang untuk menyensor isinya tetap dimiliki Depag pusat.

Penggunaan Alquran braille sendiri, telah secara rutin dilakukan siswa pendidikan formal di Wyata Guna, mulai dari tingkat SD hingga Perguruan Tinggi, sebanyak 100 orang. Mereka dibekali ilmu membaca Alquran braille sejak dini, dari level yang paling rendah. Diawali dengan perkenalan terhadap huruf-huruf hijaiyah, berikut tanda bacanya. Pendidikan baca tulis Alquran braille yang diterima murid-murid ini hanya bersifat pengenalan.

Murid yang ingin lebih mendalami ilmu membaca Alquran, bisa mengikuti kelas Kursus Ilmu Alquran Braille (KIAB). Program ini dikhususkan masuk ke dalam pendidikan nonformal, yang diperuntukkan bagi mereka yang berusia antar 15-35 tahun. Sedikitnya, lima orang setahun yang ikut program ini. "Jumlahnya memang sedikit, karena amat tergantung pada minat dan kemampuan siswanya," kata Koordinator Humas Wyata Guna Suhendar.

Dalam sepekan, enam kali murid-murid ini bergabung di kelas KIAB. Sejak pukul 7.30 WIB, mereka telah siap dibekali ilmu-ilmu agama Islam. Tak hanya cara baca tulis Alquran yang diajarkan, ilmu tauhid, syariat, fikih, tafsir, dan hadis pun turut disampaikan. Setidaknya, ada tiga instruktur yang bertugas mengawasi murid-murid ini selama pelajaran. "Tapi, bisa lebih efektif kalau bimbingan dilakukan secara individual, karena mengetahui perkembangannya langsung," ujar salah seorang pengajar Tine Gustini.

Karena, satu set Alquran braille begitu tebal, seorang murid hanya perlu membawa satu jilid bagian juz yang tengah dibacanya saja. Satu juz biasanya terdiri dari 40 sampai 80 lembar. Lengkap dengan terjemahan dalam bahasa latin, yang terdapat di bagian belakangnya.

"Tujuan kelas ini hanya untuk melancarkan pembacaan Alquran saja, tanpa mewajibkan siswa harus khatam," kata Suhendar lagi. Namun, bagi mereka yang rajin dan tak hanya mempelajari Alquran di kelas saja, bukan tidak mungkin bisa khatam dalam satu tahun. Karena, pada dasarnya waktu yang dibutuhkan seorang normal dan tunanetra untuk membaca Alquran, dengan versi tulisan yang beda, sama saja.

Bukan berarti terbatasnya kemampuan para tunanetra ini menghambatnya saat membaca Alquran. "Sebenarnya, mudah saja membaca Alquran braille. Tidak ada bedanya dengan membaca Alquran untuk orang awas (normal-red.)," kata Suhendar yang kehilangan penglihatannya saat di bangku kuliah.

Orang normal pun, katanya, bisa saja membaca Alquran braille dengan gampang. Caranya, bisa dilakukan dengan menghafal kode angka atau bentuk titik yang tercetak, untuk melambangkan suatu huruf atau tanda baca tertentu.

Untuk huruf hijaiyah pun sama saja. Misalnya huruf alif, dilambangkan dengan satu titik di sisi kiri paling atas dan bisa dikodekan dengan angka 1. Sementara, huruf ba dibentuk dari dua titik yang berada berjajaran di sisi kiri paling atas dan tengah, dengan kode angka 12. Demikian seterusnya. Dengan menghafal kode atau posisi dari masing-masing huruf pun, mereka yang normal bisa ikut melantunkan ayat-ayat suci dengan membaca Alquran braille.

Setelah setahun program pendidikan, para siswa ini akan diberikan sertifikat yang menyatakan mereka telah fasih membaca Alquran braille. Di dalam sertifikat tersebut, akan terdapat sejumlah angka tertentu yang merupakan nilai yang diperoleh siswa dari setiap mata pelajarannya.

Diakui Tine, selama lima tahun mengajar kelas KIAB di Wyata Guna, ia selalu mendapatkan murid yang menonjol. "Karena, yang ikut kelas KIAB umumnya pernah menjadi murid pesantren," ujarnya. Murid pesantren, kata Tine, sudah ada bekal hafalan Alquran di luar kepala, sehingga ia hanya tinggal memperkenalkan bentuk tulisannya saja dalam braille. (Sumber Pikiran Rakyat )

Powered By Blogger