Jumat, 02 Mei 2008

Satu Set Alquran Beratnya 25 kg

SUARA ketukan mesin yang dikendalikan seorang operator meramaikan ruangan berukuran 8x10 m persegi. Lembaran kertas sesekali dimasukkan Mumuh (32) di sela-sela mesin. Sekejap saja, seiring dengan putaran mesin, di atas kertas tersebut telah tercetak lubang-lubang kecil yang timbul dalam jumlah banyak.

Bagi sebagian orang, mungkin keberadaan kertas tersebut tak memberikan arti apa pun. Tapi bagi para tunanetra, lembaran itu bisa memberikan arti yang amat besar.

Hampir sepanjang tahun Mumuh dan keenam pegawai lain di Yayasan Penyantun Wyata Guna (YPWG) ini berkutat dengan lembaran-lembaran kertas serupa. Saat ini mereka tengah mengerjakan pesanan dari Ummi Maqtum Voice (UMV) .

YPWG memang telah lama bergelut dengan usaha percetakan Alquran braille. Tercatat sejak tahun 1977, YPWG telah mencetak Alquran braille atas kerja sama dengan Departemen Agama (Depag). Kini YPWG telah memiliki master standar yang telah disetujui Depag melalui musyawarah kerja di tahun 1999. Dengan adanya master tersebut, YPWG hanya perlu mencetak ulang manakala mendapat pesanan.

Meski demikian, tetap saja koreksi dilakukan berulang-ulang begitu suatu proses selesai dilalui. Sedikitnya ada dua kali koreksi yang dilakukan. "Karena pencetakan Alquran harus benar-benar akurat. Salah sedikit saja, artinya bisa berubah banyak," kata Kepala Percetakan YPWG, Ayi Ahmad Hidayat.

Setelah lafaz Alquran disalin ke huruf braille melalui stereotyper, naskahnya akan dicetak ke dalam bentuk lempengan Zinc plat. Lempengan tersebut akan mengalami proses koreksi yang pertama. Koreksi dilakukan secara menyeluruh untuk memperhatikan huruf hijaiyah maupun tanda baca yang tercetak. Seorang tunanetra dan seorang berpenglihatan normal bertugas untuk itu.

Manakala ada kesalahan, operator pencetak akan mengetok kelebihan lubang yang muncul atau menambah lubang yang tidak timbul. Setelah diperbaiki, lempengan tersebut masih akan mengalami proses koreksi lanjutan. Apabila telah benar semua, tahap yang akan dilalui selanjutnya ialah penggandaan melalui media kertas.

Kertas jenis brief carton 150 gr sengaja dipilih karena kualitasnya yang bagus karena lebih tahan air dan tidak mudah rapuh. Sedikitnya dibutuhkan 2.000 lembar kertas, ukuran 21,5x30,5 cm, untuk memproduksi satu set Alquran.

Selanjutnya seorang karyawan yang lain akan menyortir lembaran-lembaran yang telah dicetak berdasarkan halamannya untuk selanjutnya menggabungkannya. Setelah itu Alquran akan dijilid dengan menggunakan ring plastik. Saking banyaknya lembaran yang dibutuhkan untuk satu seri Alquran, maka penjilidan dilakukan tiap satu juz. Dengan demikian, ada 30 jilid per juz untuk tiap setnya.

Harga satu set Alquran braille yang beratnya bisa hingga 25 kg ini mencapai Rp 1.500.000,00. Sebenarnya ada jenis kertas maupun jilid lain yang kualitasnya jauh lebih bagus. Tapi karena harganya mahal, maka jenis yang saat ini digunakan yang dipilih.

"Kasihan kalau harganya harus lebih mahal lagi karena tunanetra di Indonesia kebanyakan dari warga kurang mampu," ungkap Ayi.

Harga yang ditawarkan itu tidak menghitung keuntungan sedikit pun. Karena YPWG merupakan yayasan yang tidak berorientasi pada keuntungan, maka yang dihitung hanya biaya bahan dan ongkos produksi untuk membayar pekerja saja.

Seluruh proses produksi untuk mencetak Alquran braille ini masih dilakukan secara manual. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan Braille Press, mesin sumbangan Hellen Keller International, yang digerakkan dengan tangan. YPWG juga memiliki satu unit printer khusus untuk mencetak tulisan braille, Braillo Norway. Namun, karena kapasitas produksinya jauh lebih sedikit daripada mesin maka pekerja di YPWG lebih memilih mencetak secara manual. Braille Press mampu mencetak hingga 700 lembar setiap jamnya, sementara printer hanya sanggup 300 lembar.

Dalam satu bulan, percetakan YPWG sanggup memproduksi 100 set Alqran braille. Selama ini, YPWG lebih sering melayani pesanan Alquran braille dari para donatur yang ingin menyumbangkannya kepada para tunanetra. Namun, beberapa tahun yang lalu, Alquran braille produksi YPWG pun pernah melanglangbuana hingga ke negara-negara di Asia Tenggara.

Selain YPWG, di Jawa Barat masih ada percetakan Alquran braille lainnya. Adalah Balai Percetakan Braille Indonesia (BPBI) Abiyoso yang berlokasi di Leuwigajah, Cimahi, yang juga mencetak Alquran braille. BPBI yang dimiliki pemerintah, melalui Departemen Sosial (Depsos), ini juga mencetak Alquran braille.

"Namun, karena biaya yang dibutuhkan untuk mencetak Alquran amat tergantung pada besaran anggaran yang dikucurkan pemerintah maka produksinya pun amat terbatas," ungkap Staf Seksi Program BPBI, Yayat Rukhiyat. Dalam setahun, BPBI hanya memproduksi 100 set Alquran Braille yang akan dibagikan ke 19 panti sosial yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan demikian, setiap pantinya hanya akan memperoleh, paling banyak, lima set. Untuk saat ini, BPBI tengah memproduksi 50 set Alquran braille pesanan Depsos untuk diberikan kepada Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI).

BPBI juga melayani pesanan donatur maupun perorangan yang ingin membeli Alquran braille. Mereka hanya perlu menyetorkan sejumlah uang ke Koperasi BPBI untuk mengganti ongkos untuk membeli bahan baku. Untuk satu setnya, cukup membayar Rp 900.000,00. "Kalau hanya mau beli satu juz, harganya Rp 30.000,00 saja," kata Ketua Seksi Penerbitan dan Percetakan BPBI, Chaerul Kismono. (Riesty Yusnilaningsih)

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger